Candi Jago

Posted On // Leave a Comment
"Bathara Wisnu mulih ing curalaya pjah dinarma ta sire waleri swasimbha len sugtawimbha mungwin jajaghu (Nagarakretagama 41: 4)"

Berbicara tentang sejarah, kadang menumbuhkan kekaguman tersendiri pada negeri ini. Terutama peninggalan zaman kerajaan-kerajaan dahulu. Membayangkannya, begitu hebat tata budaya masa itu.

Dan hal itu pula yang membawa saya dengan beberapa teman berkunjung ke Candi Jago yang terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Bermula dari obrolan warung kopi, dan diskusi pun berlanjut hingga menengok ke tempat keberadaan candi yang konon aslinya bernama Jajaghu. (~Seringkali kami begitu, berdiskusi tentang sejarah, saling bertukar informasi dan berlanjut mengunjunginya).

Candi ini didirikan pada masa Kerajaan Singosari sekitar abad ke-13. Terbuat dari batu andesit, dan bagian atas dari Candi Jago ini konon hancur karena disambar petir. Disebut-sebut bahwa ornamen Candi Jago sama persis dengan Candi Penataran yang terdapat di Blitar.

Pada papan dekat pintu masuk dituliskan, panjang candi tersebut 23,71 m dengan lebar 14 m dan tinggi 9.97 m. Dengan keberadaannya yang tepat di tengah-tengah pemukiman warga, ~bahkan terlalu dekat jalan, menurut saya~ mengurangi nilai kesakralan candi tersebut. Tapi terlepas dari itu semua, tetap menunjukan tingginya peradaban dan budaya masa itu.

Menurut Negarakretagama, Candi Jago merupakan tempat pendharmaan raja Wisnuwardhana atau Ranggawuni yang dikatakan meninggal tahun 1190 C atau sekitar 1268 M. Sesungguhnya raja Wisnuwardhana dicandikan di 2 tempat yakni di Waleri (tidak ditemukan sampai sekarang) sebagai Siwa dan di Jago sebagai Budha.

Keindahan relief yang begitu kompleks dan detail tampak di Candi Jago. Relief-relief tersebut dipahatkan hampir merata keseluruh sisa bangunan candi yang masih dapat kita lihat sekarang ini. Pahatan dengan begitu banyak cerita-cerita moral baik dari unsur Jawa asli, Budhisme, dan Hinduisme. Suatu bentuk perpaduan dinamis yang jarang ditemui di candi- candi lain.

Konon pembangunan Candi Jago juga dimaksudkan sebagai penolak bala tuah keris Mpu Gandring yang dikatakan akan memakan tujuketurunan Ken Arok. Wisnuwardahana juga mengangkat Narasingamurti yang masih saudara namun beda bapak sebagai pendamping utama dalam menjalankan pemerintahan sehingga periode pemerintahannya disebut dengan 2 naga kepala tunggal. Tujuannya adalah untuk mengakhiri jurang perpecahan antara para keturunan Ken Arok dan Kendedes.

Sayang, ketika saya datang kesana, tak lama berselang turun hujan. Sehingga tak sempat melihat relief-relief dengan seksama. Sedang Juru Kunci atau penjaga juga tidak berada di tempat. Padahal saya juga ingin bertanya tentang salah satu arca yang katanya berada di Belanda. Benarkah?

0 komentar:

Posting Komentar